BANYUWANGI – Globalnetizen.id | Penggerebekan yang dilakukan Tim Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Bareskrim Polri di Desa Wonosobo, Kecamatan Srono, Banyuwangi, Kamis (16/10/2025) siang, membuka kembali borok lama: praktik culas penimbunan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang selama ini menjadi penyakit kronis di tubuh distribusi energi nasional.
Dalam operasi sekitar pukul 12.30 WIB itu, aparat menemukan dua kendaraan yang disulap menjadi alat pengangkut dan penampung solar bersubsidi. Satu unit mobil boks berisi dua tandon besar berkapasitas sekitar satu ton per tandon, serta satu unit Kia Pregio yang telah dimodifikasi dengan tangki besi tambahan. Tak jauh dari lokasi, petugas juga menemukan tiga tandon lain yang diduga digunakan untuk menimbun solar.
Petugas bahkan memergoki langsung proses pemindahan solar dari mobil boks ke tandon ketika penggerebekan berlangsung. Dugaan kuat, praktik ini dilakukan secara terencana dan berulang untuk menimbun solar bersubsidi sebelum dijual kembali dengan harga tinggi di pasaran.
Perbuatan seperti ini bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mengkhianati kepentingan rakyat kecil—nelayan, petani, dan pelaku usaha kecil—yang setiap hari berjuang mencari penghidupan dengan bergantung pada ketersediaan BBM subsidi.
Kapolresta Banyuwangi, Kombes Pol. Rama Samtama Putra, S.I.K., M.Si., M.H., membenarkan bahwa perkara ini ditangani langsung oleh Mabes Polri. “Kasus ini ditangani langsung oleh Mabes Polri. Kami hanya menerima titipan terduga pelaku yang ditahan di Polresta Banyuwangi, sementara barang bukti dititipkan di Polsek Srono,” ujarnya, Kamis malam (23/10/2025).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), praktik penimbunan dan penyalahgunaan BBM bersubsidi merupakan tindak pidana serius. Pelakunya dapat dijerat dengan Pasal 53 dan 55 UU Migas, serta Pasal 480 KUHP tentang penadahan barang hasil kejahatan.
Namun pengungkapan satu kasus tidak boleh berhenti di sini. Masyarakat menanti ketegasan aparat penegak hukum untuk menelusuri siapa pun yang berada di balik praktik busuk ini—termasuk jika ada oknum atau “baking” yang melindungi jaringan penimbunan.
Penegakan hukum harus berdiri tegak, tidak boleh tunduk pada kekuasaan atau kepentingan kelompok. Jika penimbunan BBM bersubsidi terus dibiarkan, maka keadilan sosial hanya akan menjadi slogan kosong di atas penderitaan rakyat kecil.
Kasus di Srono ini seharusnya menjadi momentum untuk membongkar akar masalah penyelewengan BBM bersubsidi secara menyeluruh. Negara tidak boleh kalah oleh mafia energi. Siapa pun yang bermain di balik layar—sekecil apa pun perannya—harus dihadapkan pada hukum, agar keadilan benar-benar hidup di bumi Indonesia.
(Smty/Tim/Redaksi)

Social Header